17 December 2013

Jika Engkau Bijak Ingatlah Kematian

Segala puji bagi Allah, sholawat dan salam atas Rasulullah.
Rasulullah bersabda,
 أكثروا ذكر هادم اللذات : الموت
Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan: (yaitu) kematian” [1].
Orang yang Bijak = Yang Mengingat Kematian
Seorang yang bijak tentu tidak akan terlena dengan kehidupan dunia karena dia sadar dunia ini fana dan hanya sementara. Dia tidak akan terlena dengan gemerlapnya dunia dan segala apa yang ada di dalamnya. Sebaliknya ia akan senantiasa ingat akhirat, tempat tinggalnya yang abadi kelak. Dengan demikian seorang yang bijak maka ia akan selalu ingat kematian.  Ibnu Umar berkata,
كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» ، قَالَ: فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ
“Suatu ketika saya pernah bersama Rasulullah lalu datanglah seorang laki-laki dari kaum Anshar. Dia mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu ‘alahi wasallam lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, muslim manakah yang paling utama?” Rasulullah menjawab, “Yaitu yang paling baik akhlaqnya”. Dia bertanya lagi, “Lalu muslim manakah yang paling bijak?” Rasulullah menjawab, “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus persiapannya untuk kehidupan yang berikutnya (setelah kematian). Mereka itulah orang-orang yang bijak” [2].
Betapa banyak kita dapati orang-orang yang ‘tidak bijak’. Dia tahu bahwa dirinya akan meninggalkan dunia ini tetapi dia kejar dunia ini mati-matian. Dia tahu bahwa dirinya akan menghadapi kehidupan akhirat tetapi dia lalai mempersiapkan bekal untuknya. Hal ini tidak lain karena dia lalai mengingat kematian.
Perkataan Salaf Seputar Kematian
Hasan Al Basri rahimahullah mengatakan, “Kematian telah menghinakan dunia. Tidaklah tersisa orang yang berdiam padanya rasa gembira. Tidaklah seorang hamba hatinya senantiasa mengingat kematian kecuali ia akan mengecilkan dunia dan menganggap remeh segala apa yang ada padanya”.
Syamith bin Ajlan mengatakan, “Barangsiapa menjadikan kematian di depan pandangan matanya maka ia tidak akan perduli dengan sempit atau luasnya dunia”.
Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Jika (engkau) mengingat orang-orang yang telah mati maka anggaplah dirimu salah satu dari mereka”.
Hendaknya kita sesekali masuk kuburan untuk mengingat kematian. Dengan mengingat kematian, hati kita tidak akan terikat dengan di dunia. Kita harus yakin bahwa kita akan berpisah dengan dunia ini dan segala apa yang kita cintai di dalamnya.
Jangan Berpanjang Angan
Jangan berpanjang angan-angan bahawa kematian masih lama menghampiri kita. Tidakkah kita sering meyaksikan seorang pemuda yang badannya segar bugar tiba-tiba meninggal dunia. Seorang yang badannya sihat wal afiyat di pagi hari tiba-tiba petangnya menjadi mayat yang terbujur kaku. Kematian boleh datang bila-bila masa sahaja. Hendaknya kita senantiasa bersiap untuk menghadapinya. Ingatlah kita di dunia ini hanya sementara dan kita harus menyiapkan bekal untuk kehidupan setelahnya. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, dia berkata,
أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم بمنكبي رضي الله عنه فقال – كن في الدنيا كأنك غريب , أو عابر سبيل – وكان ابن عمر رضي الله عنه يقول ” إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء وخذ من صحتك لمرضك ومن حياتك لمماتك
“Suatu saat Rasulullah memengang bahu saya, lalu beliau bersabda, “Jadilah di dunia ini seperti orang asing atau penyeberang jalan”. Ibnu Umar mengatakan, “Jika kamu di waktu petang maka jangan menunggu waktu subuh, jika kamu di waktu subuh jangan menunggu waktu petang. Gunakanlah kesihatanmu untuk masa sakitmu, gunakan kehidupanmu untuk kematianmu.” [3]
Ingatlah kematian dan jangan berpanjang angan! Seorang yang mengingat kematian tentu takut untuk berbuat maksiat. Bagaimana ia berbuat maksiat padahal dia sedar boleh jadi dia mati setelah itu atau bahkan pada saat itu juga. Seorang yang mengingat kematian tidak akan bosan dengan ibadah/amal yang dia lakukan. Dia akan berusaha memperbagus setiap ibadah/amal yang lakukan karena dia sedar bisa jadi itu adalah ibadah/amal terakhir sebelum kematiannya.
Terakhir, mari kita semak kisah menarik dari salafus saleh berikut ini tentang berpanjang angan. Dari Muhammad bin Abi Taubah, dia berkata, Ma’ruf (mengumadangkan) iqamat untuk sholat lalu berkata kepadaku, “Majulah (menjadi imam)!” Maka saya berkata, “Jika saya mengimami kalian kali ini maka saya tidak (bersedia) lagi mengimami lain kali.” Ma’ruf pun berkata, “Apakah jiwamu membisikkan bahwa kamu akan (dapat) shalat lagi? Kita berlindung kepada Allah dari berpanjang angan , sesungguhnya hal itu menghalangi dari amal yang terbaik.”
Disarikan dari Mukhtashar Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah al Maqdisi rahimahullah.
Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 20 Dzulqa’dah 1434 H.
Catatan:
[1]    HR  Tirmidzi dan Nasa’I dari sahabat Abu Hurairah. Dishahihkan Ibnu Majah
[2]    HR Ibnu Majah 4259. Dihasankan syaikh Albani
[3]    HR Bukhari


p/s : dengan sedikit ubahan ke bahasa Malaysia. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua.